Tagar "Indonesia Gelap" dan "Kabur Aja Dulu", Wasekjen MUI: Ada Nuansa Keputusasaan, Harus Disikapi Bijak. (Dok. MUI/Istimewa)
Jakarta, Info Publikasi - Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah KH Arif Fahruddin menanggapi persoalan 'Indonesia Gelap' dan 'Kabur Aja Dulu' yang saat ini sedang ramai disuarakan melalui aksi demonstrasi maupun di media sosial.
Kiai Arif, begitu akrab disapa, menyampaikan bahwa narasi tersebut bernuansi keputusasaan dari sebagian rakyat yang harus disikapi dengan bijak oleh pemerintah.
Menurutnya, penyampaian dari persoalan 'Indonesia Gelap' maupun 'Kabur Aja Dulu' merupakan hak demokrasi yang dijamin oleh undang-undang melalui media sosial maupun demonstrasi, tetapi, tidak boleh keluar dari koridor akhlak.
Jadi kami berharap agar penyampaian aspirasi melalui media sosial dan demonstrasi tidak boleh keluar dari koridor akhlak yang mulia. Demonstrasi pun ada akhlaknya. Kita silahkan demo dan dijamin unyuk demo," kata Kiai Arif seusai kegiatan Training Penguatan Akhlak Bangsa bagi Milenial di Aula Buya Hamka, Kantor MUI, Jakarta Pusat, Jumat (21/02/2025).
Kegiatan ini memasuki angkatan ke-10 yang digelar oleh Pusat Dakwah dan Perbaikan Akhak Bangsa (PD PAB) MUI.
Program ini bagian dari upaya berkelanjutan PD PAB MUI untuk membentuk generasi muda yang memiliki karakter kuat dan berakhlak mulia, serta siap menghadapi tantangan global.
Kiai Arif menekankan, penyampaian aspirasi baik di media sosial maupun dengan cara demonstrasi diperbolehkan, tetapi tidak boleh lepas dari dimensi akhlakul karimah.
"Bahkan di media sosial pun ucapan-ucapan, konten-kontennya atau narasinya tidak boleh terlepas dari dimensi berakhlak mulia. Dari pemangku kebijakan dalam hal ini pemerintah, bisa dipandang sebagai sebuah suara rakyat, sangat-sangat direspons dengan bijak," ujarnya.
Oleh karena itu, Kiai Arif berharap, pemerintah dan masyarakat bisa sama-sama bijak dalam menyampaikan aspirasi maupun menanggapi aspirasinya.
"InsyaAllah kalau dua-duanya ini dengan cara yang bijaksana, yang bawah tidak anarkis, pemerintah juga tidak alergi (dan) represif. InsyaAllah menjadi media komunikasi yang positif saja, yang punya aspirasi dipersilahkan, pemerintah ya merespons dengan bijak," tegasnya.
Menurutnya, apabila aspirasi masyarakat bisa meningkatkan kinerja, pemerintah perlu berterimakasih kepada masyarakat, terutama mahasiswa.
"Sekali lagi, selama aktivitas itu dijamin oleh undang-undang dipersilahkan. Tidak boleh ada yang mengurangi hak itu, baik negara atau siapapun. Tetapi juga kita minta, yang demo jangan merugikan masyarakat yang tidak berdemo. Jangan memaksa-maksa apalagi sampai anarkis dan merusak. Jadi silahkan saja (berdemo)," ungkapnya.
"Dari pemerintah kami berharap ini menjadi semacam masukan aspirasi. Kalau itu bermanfaat, tidak ada salahnya sebaiknya ditidaklanjuti," sambungnya.
Kiai Arif mengatakan, pemerintah juga memiliki hak, apabila ada informasi yang tidak komperhensif yang diterima oleh masyarakat sehingga, ada narasi seperti itu.
"Misalnya 'Kabur Aja Dulu' itu kan seolah-olah ada nuasa putus asa, putus harapan di dalam negeri sendiri. Itu menurut paham sebagian silahkan, kami menghimbau jangan putus asa. Semuanya masih ada di Indonesia ini, mungkin belum dimaksimalisasi," tuturnya.
Lebih lanjut, Kiai Arif berharap, ada konsep saling memahami secara positif dan baik antara pemerintah dengan masyarakat.
Kiai Arif juga berharap pemerintah dapat menjelaskan bahwa ada kebijakan-kebijakan yang sesungguhnya belum dipahami secara lengkap dan utuh oleh masyarakat, baik terkait kesejahteraan, pekerjaan dan sebagainya.
"Ini seharusnya masyarakat bisa mendengar lebih utuh dan pemerintah bisa lebih, ya, mau mendengarkan dengan baik," terangnya.
Kiai Arif menjelaskan, pemerintah memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk memenuhi pikiran dan hak warga negara, sebagaimana dalam Qs Al Quraish.
Kewajiban tersebut, yakni memfasilitasi kewajiban kehidupan beragama, hak kesejahteraan sehingga tidak boleh ada yang kelaparan dan kekurangan pekerjaan, dan memastikan rakyatnya aman.
"Ketiganya dimaknai oleh pemerintah sebagai tanggung jawab. Sebagai rakyat, hak harus disampaikannya dengan cara yang baik dan penuh respect," tutupnya. (Rosa/Muhidin)